Undang Undang No. 24 Tahun 1992
Tentang : Penataan Ruang
Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : 24 TAHUN 1992 (24/1992)
Tanggal : 13 OKTOBER 1992 (JAKARTA)
Sumber : LN 1992/115; TLN NO. 3501
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan
ruang udara sebagai. satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara
kelangsungan hidupnya.
2. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak.
3. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
4. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
5. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
6. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budi daya.
7. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
ulama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan.
8. Kawasan budi daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
9. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
10. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
11. Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional
mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Penataan ruang berasaskan:
a. pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya
guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan;
b. keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum.
Pasal 3
Penataan ruang bertujuan:
a. terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;
b. terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung
dan kawasan budi daya;
c. tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk:
1) mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan
sejahtera;
2) mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya
alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber
daya manusia;
3) meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat
guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
4) mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta
menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan;
5) mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan
kcamanan.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 4
(1) Setiap orang berhak menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan
nilai ruang sebagai akibat penataan ruang.
(2) Setiap orang berhak untuk:
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang
dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan
yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 5
(1) Setiap orang berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas
ruang.
(2) Setiap orang berkewajiban menaati rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.
Pasal 6
Ketentuan mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 dan Pasal 5 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PERENCANAAN, PEMANFAATAN, DAN PENGENDALIAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 7
(1) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi kawasan
lindung dan kawasan budi daya.
(2) Penataan ruang berdasarkan aspek administratif meliputi ruang
wilayah Nasional, wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, dan wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(3) Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan
melipuli kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan
tertentu.
Pasal 8
(1) Penataan ruang wilayah Nasional, wilayah Propinsi Daerah Tingkat I,
dan wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dilakukan secara
terpadu dan tidak dipisah-pisahkan.
(2) Penataan ruang untuk kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I dikoordinasikan penyusunannya oleh Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) untuk ketentuan
dipadukan ke dalam Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I yang bersangkutan.
(3) Penataan ruang untuk kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dikoordinasikan
penyusunannya oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk
kemudian dipadukan ke dalam Rencana Tata Ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
Pasal 9
(1) Penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, di samping meliputi ruang
daratan, juga mencakup ruang lautan dan ruang udara sampai batas
tertentu yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Penataan ruang lautan dan penataan ruang udara di luar sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur secara terpusat dengan undangundang.
Pasal 10
(1) Penataan ruang kawasan perdesaan, penataan ruang kawasan
perkotaan, dan penataan ruang kawasan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) diselenggarakan sebagai bagian dari
penataan ruang wilayah Nasional atau wilayah Propinsi Daerah Tingkat
I atau wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2) Penataan ruang kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan
diselenggarakan untuk:
a. mencapai tata ruang kawasan perdesaan dan kawasan
perkotaan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam
pengembangan kehidupan manusia;
b. meningkatkan fungsi kawasan perdesaan dan fungsi kawasan
perkotaan secara serasi, selaras, dan seimbang antara
perkcmbangan lingkungan dengan tata kehidupan masyarakat;
c. mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kemakmuran
rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif
terhadap lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan
sosial.
(3) Penataan ruang kawasan tertentu diselenggarakan untuk:
a. mengembangkan tata ruang kawasan yang strategis dan
diprioritaskan dalam rangka penataan ruang wilayah Nasional
atau wilayah Propinsi Daerah Tingkat I atau wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
b. meningkatkan fungsi kawasan lindung dan fungsi kawasan budi
daya;
c. mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan.
(4) pengelolaan kawasan tertentu diselenggarakan oleh Pemerintah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 11
Penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, dan
Pasal 10 dilakukan dengan memperhatikan:
a. lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan sosial, dan interaksi
antar lingkungan;
b. tahapan, pembiayaan, dan pengelolaan pembangunan, serta
pembinaan kemampuan kelembagaan.
Pasal 12
(1) Penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah dengan peran serta
masyarakat.
(2) Tata cara dan bentuk peran serta masyarakat dalam penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kedua
Perencanaan
Pasal 13
(1) Perencanaan tata ruang dilakukan melalui proses dan prosedur
penyusunan serta penetapan rencana tata ruang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Rencana tata ruang ditinjau kembali dan atau disempurnakan sesuai
dengan jenis perencanaannya secara berkala.
(3) Peninjauan kembali dan atau penyempurnaan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan tetap
memperhatikan ketentuan Pasal 24 ayat (3).
(4) Ketcntuan mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali dan
atau penyempurnaan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 14
(1) Perencanaan tata ruang dilakukan dengan mempertimbangkan
a. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan fungsi budi daya
dan fungsi lindung, dimensi waktu, teknologi, sosial budaya,
serta fungsi pertahanan keamanan;
b. aspek pengelolaan secara terpadu berbagai sumber daya, fungsi
dan estetika lingkungan, serta kualitas ruang.
(2) Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan struktur dan pola
pemanfaatan ruang, yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata
guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya.
(3) Perencanaan tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan
keamanan sebagai subsistem perencanaan tata ruang, tata cara
penyusunannya diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pemanfaatan
Pasal 15
(1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program
pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya, yang didasarkan atas
rencana tata ruang.
(2) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang.
Pasal 16
(1) Dalam pemanfaatan ruang dikembangkan:
a. pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna
udara dan tata guna sumber daya alam lainnya sesuai dengan
asas penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;
b. perangkat tingkat yang bersifat insentif dan disinsentif dengan
menhormati, hak penduduk sebagai warganegara.
(2) Ketentuan mengenai pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air,
tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) butir a, diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pengendalian
Pasal 17
Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan
pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.
Pasal 18
(1) Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan dalam
bentuk pelaporan, pemantauan, dan evaluasi.
(2) Penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang diselenggarakan dalam bentuk pengenaan sanksi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB V
RENCANA TATA RUANG
Pasal 19
(1) Rencana tata ruang dibedakan atas:
a. Rencana Tata Ruang wilayah Nasional;
b. Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I;
c. Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II.
(2) Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
digambarkan dalam peta wilayah negara Indonesia, peta wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I, peta wilayah Kabupaten Dacrah Tingkat II,
dan peta wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II, yang tingkat
ketelitiannya diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 20
(1) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional merupakan strategi dan arahan
kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara, yang meliputi:
a. tujuan nasional dari pemanfaatan ruang untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan;
b. struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional;
c. kriteria dan pola pengelolaan kawasan lindung, kawasan budi
daya, dan kawasan tertentu.
(2) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional berisi:
a. penetapan kawasan lindung, kawasan budi daya, dan kawasan
tertentu yang ditetapkan secara nasional;
b. norma dan kriteria pemanfaatan ruang;
c. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.
(3) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional menjadi pedoman untuk:
a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah
nasional;
b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan antara wilayah serta keserasian antar sektor;
c. pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan
atau masyarakat;
d. penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(4) Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Nasional adalah 25 tahun.
(5) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 21
(1) Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Dacrah Tingkat I merupakan
penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang
wilayah nasional ke dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang
wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, yang meliputi :
a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I
untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan
keamanan;
b. stuktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I;
c. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I.
(2) Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I berisi:
a. arahan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya;
b. arahan pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan,
dan kawasan tertentu;
c. arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan,
pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan
kawasan lainnya;
d. arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan
dan perkotaan;
e. arahan pengembangan sistem prasarana wilayah yang meliputi
prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan
prasarana pengelolaan lingkungan;
f. arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan;
g. arahan kebijaksanaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna
udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya, serta
memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia dan
sumber daya buatan.
(3) Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I menjadi
pedoman untuk:
a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I;
b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan antar wilayah Propinsi Daerah Tingkat I serta
keserasian antar sektor;
c. pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan
atau masyarakat;
d. penataan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat
II yang merupakan dasar dalam pengawasan terhadap perizinan
lokasi pembangunan.
(4) Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I
adalah 15 tahun.
(5) Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I ditetapkan
dengan peraturan daerah.
Pasal 22
(1) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II
merupakan penjabaran Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I ke dalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, yang meliputi:
a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
dan pertahanan keamanan;
b. rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II;
c. rencana umum tata ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II;
d. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II
berisi:
a. pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya;
b. pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan
kawasan tertentu;
c. sistem kegiatan pembangunan dan sistem permukiman
perdesaan dan perkotaan;
d. sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi,
pengairan, prasarana pengelolaan lingkungan;
e. penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara,
dan penatagunaan sumber daya alam lainnya, serta
memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia dan
sumber daya buatan.
(3) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II
menjadi pedoman untuk:
a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan antar wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II serta keserasian antar sektor;
c. penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan
atau masyarakat di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
d. penyusunan rencana rinci tata ruang di Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II;
e. pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi
kegiatan pembangunan.
(4) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II
menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan.
(5) Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II adalah 10 tahun.
(6) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II
ditetapkan dengan peraturan daerah.
Pasal 23
(1) Rencana tata ruang kawasan perdesaan dan rencana tata ruang
kawasan perkotaan merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang
wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2) Rencana tata ruang kawasan tertentu dalam rangka penataan ruang
wilayah nasional merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan atau
Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II
yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(3) Ketentuan lebihlanjut mengenai penetapan kawasan, pedoman, tata
cara, dan lain-lain yang diperlukan bagi penyusunan rencana tata
ruang kawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
WEWENANG DAN PEMBINAAN
Pasal 24
(1) Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah.
(2) Pelaksanaan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
memberikan wewenang kepada Pemerintah untuk:
a. mengatur dan menyelenggarakan penataan ruang;
b. mengatur tugas dan kewajiban instansi pemerintah dalam
penataan ruang.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang.
Pasal 25
Pemerintah menyelenggarakan pembinaan dengan:
a. mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada
masyarakat;
b. menumbuhkan serta mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab
masyarakat melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan, dan
pelatihan.
Pasal 26
(1) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang
wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang ditetapkan
berdasarkan undang-undang ini dinyatakan batal oleh Kepala Daerah
yang bersangkutan.
(2) Apabila izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuktikan
telah diperoleh dengan iktikad baik, terhadap kerugian yang timbul
sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat dimintakan penggantian
yang layak.
Pasal 27
(1) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menyelenggarakan penataan ruang
wilayah Propinsi Daerah Tingkat 1.
(2) Untuk Daerah Khusus lbukota Jakarta, pelaksanaan penataan ruang
dilakukan Gubernur Kepala Daerah dengan memperhatikan
pertimbangan dari Departemen, Lembaga, dan Badan-badan
Pemerintah lainnya serta koordinasi dengan Daerah sekitarnya sesuai
dengan ketcntuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang
Susunan Pemerintahan Daerah Khusus lbukota Negara Republik
Indonesia Jakarta.
(3) Apabila dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) terdapat hal-hal yang tidak
dapat diselesaikan di wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, maka
diperlukan pertimbangan dan persetujuan Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1).
Pasal 28
(1) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II menyelenggarakan
penataan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2) Apabila dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) terdapat hal-hal yang tidak dapat
diselesaikan di wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II,
maka diperlukan pertimbangan dan persetujuan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I.
Pasal 29
(1) Presiden menunjuk seorang Menteri yang bertugas mengkoordinasikan
penataan ruang.
(2) Tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk
pengendalian perubahan fungsi ruang suatu kawasan dan
pemanfaatannya yang berskala besar dan berdampak penting.
(3) Perubahan fungsi ruang suatu kawasan dan pemanfaatannya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan setelah
berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Penetapan mengenai perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) menjadi dasar dalam peninjauan kembali Rencana tata
Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Tata Ruang
wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini semua peraturan perundangundangan
yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
Undang-undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Ordonansi Pembentukan Kota
(Stadsvormingsordonnantie Staatsblad Tahun 1948 Nomor 168, Keputusan
Letnan Gubernur Jenderal tanggal 23 Juli 1948 no. 13) dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 32
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undangundang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 13 Oktober 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Oktober 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
MOERDIONO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar