No matter how tired i am, i’m living my dream, working with passion.. Forever thankful :) -BL-

Rabu, 27 Maret 2013

Konservasi Arsitektur


Museum Seni Rupa dan Keramik

Lokasi : Jl.Pos Kota no.2 (Taman Fatahillah), Jakarta Barat

Arsitek: Seorang bangsa Belanda bernama Ir. W.H.F.H Van Raders

Arsitektur bangunan : Bergaya Klasisme (Klasik)


SEJARAH


Gedung yang dibangun pada 12 Januari 1870 itu awalnya digunakna oleh pemerintah Hindia-Belanda untuk Kantor Dewan Kehakiman pada Benteng Batavia (Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia). Dewan Kehakiman atau Raad van Justitie sendiri didirikan pada tahun 1620 yang berkantor di gedung Stadhuis. Tugas dewan ini adalah menyelesaikan masalah hukuman yang telah diputuskan oleh Collegie van Schepenen (Dewan Pemulihan Keamanan). Apabila hukuman ini dirasakan melampaui batas, terdakwa boleh mengajukan keberatannya kepada Dewan Kehakiman.



Pada masa pendudukan Jepang, fungsi gedung Dewan Kehakiman menjadi asrama tentara dan tempat perbekalan. Keadaan ini berlangsung sampai Belanda menguasai Indonesia kembali dari tangan Jepang. Rupanya keadaan gedung Dewan Kehakiman yang telah dirubah fungsinya oleh Jepang ini, oleh Belandapun tidak berusaha dikembalikan ke fungsi asal. Mereka hanya melanjutkannya, bahkan ditambah dengan kegiatan poliklinik untuk melayani personil dan keluarga tentara. Tempat lain yang menunjang sebagai gudang atau tempat penyimpanan kendaraan, senjata dan peralatan lain terdapat di Jl. Tongkol dan Jl. Cengkeh.
Pada tahun 1950-1962, daerah ini dijadikan daerah tertutup (Ring Bewaking) antara pukul 18.00-06.00 WIB untuk umum karena di lokasi tersebut tersimpan peralatan tentara yang sangat vital, meliputi: Stasiun Beos, sebelah Barat Jl. Pakin dekat Museum Bahari, Ancol, RE Martadinata dan Gunung Sahari. Mulai tahun 1962 sebagian tentara yang mendiami gedung tersebut pindah ke tempat lain. Akhirnya pada pertengahan tahun 19671973 gedung ini digunakan sebagai kantor Walikota Jakarta Barat. Awal tahun 1974 dilaksanakan pemugaran terhadap gedung tersebut, dan digunakan sebagai Kantor Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta. Dinas ini bertugas menggali, memugar dan melindungi benda-benda bersejarah, benda purbaka serta naskah-naskah.

Pada pertengahan tahun 1967-1973 digunakan sebagai Kantor Walikotamadya Jakarta Barat. Pada tahun 1974 digunakan sebagai Kantor Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta. Pada tanggal 20 Agustus 1976 diresmikan Presiden (saat itu) Soeharto sebagai Balai Seni Rupa Jakarta, dan pada bulan Juni tahun 1977 koleksinya ditambah dengan keramik, sehingga pada tahun 1986 namanya diubah menjadi Balai Seni Rupa dan Keramik. Kondisi bangunan masih asli dan terawat. Pada tahun 1990 gedung dengan delapan tiang besar di bagian itu akhirnya digunakan sebagai Museum Seni Rupa dan Keramik yang dirawat oleh Dinas Kebudayaan dan permuseuman DKI Jakarta.



ARSITEKTUR BANGUNAN


Gedung Museum Seni Rupa dan Keramik dengan luas bangunan ±2430m² dan dibangun diatas tanah seluas + 8875 m². Museum ini memiliki gaya arsitektur Eropa Empire. Ciri khas gaya arsitektur ini pada umumnya bagian atas depan berbentuk segitiga yang menggambarkan Crown atau Mahkota Raja, sedang bagian teras depan ditopang tiang pilar atau Doric (doria). Tiang-tiang pilar seperti ini juga dijumpai pada bangunan dari jaman Mesir Kuno sebagai simbol atau penggambaran dari pasukan tentara yang mendukung kekuatan dan kokohnya kerajaan.
Arsitektur bangunan Museum Seni Rupa masih tampak jelas bentuk dan bangunannya yang anggun bergaya Eropa yang disebut bentuk atrium. Bentuk ini mempunyai bangunan induk yang dilengkapi dengan dua buah bangunan sayap serta dipisahkan dua halaman yang luas. Di belakang terdapat koridor yang menghubungkan sayap kiri dan kanan. Bagian depan merupakan pintu masuk ke Museum Seni Rupa sebagai tiruan gaya bangunan Yunani yang berasal dari pertengahan abad ke-5 SM. Terlihat jelas tiang-tiang penyangga yang kokoh dan besar-besar. Gedung museum Seni Rupa dan Keramik dirancang oleh Jhr. W H.F.H. Raders seorang arsitek yang tergabung dalam Koninklijk Instituut van Ingenieurs (Institut Insinyur).



Bagian depan Museum Seni Rupa & Keramik

 
Ruangan pertama museum yang berisi sejarah-sejarah mengenai museum

Ruangan yang terdapat karya-karya seni berupa keramik
 
Ruangan bagian atas museum yang terdapat lukisan-lukisan
 
Lorong yang terdapat lukisan-lukisan dan beberapa keramik
 
Landscape di bagian dalam museum
 
 
 
 
 

Selasa, 29 Januari 2013

KRITIK ARISTEKTUR - MUSEUM SERANGGA



KRITIK ARSITEKTUR – METODE DESKRIPTIF (DEPIKTIF)


Metode Depiktif

Metode Depiktif adalah metode kritik dalam arsitektur yang cenderung tidak dipandang sebagai sebuah bentuk kritik, karena ia tidak didasarkan pada pernyataan baik atau buruk sebuah bangunan. Sebagaimana tradisi dalam kritik kesenian yang lain, metode ini menyatakan apa yang sesungguhnya ada dan terjadi disana.


Objek: Museum Serangga

Lokasi: Taman Mini Indonesia Indah


MUSEUM SERANGGA
Museum Serangga




Museum Serangga dan Taman Kupu berdiri pada tanggal 20 April 1993 bertepatan dengan ulang tahun TMII ke-18. Terletak bersebelahan dengan Taman Aquarium Air Tawar. Koleksi museum terdiri sekitar 600 jenis serangga, didominasi oleh kupu-kupu (sekitar 250 jenis) dan kumbang (sekitar 200 jenis). Museum ini menempati areal seluas 500 m². Museum ini mengambil ide dasar dari bentuk tubuh belalang.

Denah Museum Serangga

Fasad Museum Serangga di lapisi dengan keramik


Pada sisi sampingnya, terdapat ornamen yang menggunakan kaca.


Selain mengoleksi kupu-kupu dan kumbang, museum ini juga mengoleksi jenis serangga yang lain. Koleksi lain mencakup belalang ranting dan belalang daun, capung dan capung jarum, jangkrik dan gangsir, kecoak, ngengat, orong-orong/anjing tanah, kerabat tonggeret. Selain spesimen serangga awetan kering, museum menampilkan koleksi serangga hidup yaitu belalang ranting.

Seluruh koleksi di pamerkan dalam kotak-kotak kaca yang disusun sesuai dengan jenis-jenisnya.


Koleksi Kupu-kupu

Selain dalam kotak-kotak kaca, koleksi dalam museum ini pun di pamerkan dalam bentuk diorama.

Ornamen-ornamen dalam museum ini juga menggambarkan dari bentuk-bentuk serangga. Seperti kaca patri yang bermotif bentuk-bentuk serangga.

Bagian jendela di dalam ruangan, di tutupin dengan tirai-tirai agar cahaya matahari tidak banyak masuk ke dalam ruangan.

Lantai di museum ini di lapisi dengan marmer.

Dalam museum serangga, terdapat juga Taman Kupu. Taman Kupu di samping museum berdiri di lahan seluas 500 meter persegi. Di Taman Kupu, kupu-kupu dapat berterbangan dengan bebas.


Museum juga menyediakan layanan untuk menambah pengetahuan mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan serangga, misalnya bimbingan umum tentang serangga dan kehidupannya, pemutaran film tentang kehidupan serangga dan penjelasan di ruang audio visual, bimbingan mengawetkan serangga, dan penangkaran serangga (kupu, belalang ranting dan belalang daun), yang dilengkapi dengan perpustakaan.


Ruang Auditorium